Terry mengenakan baju laboratoriumnya. Di DNA Inc, tempat dia bekerja, semuanya harus serba bersih. Bebas virus dan debu. Perusahaan tempat Terry bekerja bergerak di bidang bioteknologi, rekayasa genetika. DNA Inc membuat produk pangan, komestik, hingga obat. Tapi yang tak pernah Terry tahu, ada divisi tersembunyi di DNA, yang memiliki proyek khusus rahasia: menciptakan kloning manusia, untuk keperluan militer. Yang bakal menyuplai tentara unggul, baik dari fisik maupun intelegensia.
Hari ini Terry masuk kerja dengan perasaan gundah. Pesan pendeknya tak pernah dibalas Geni. Sialan! Dia meresa terlecehkan, terabaikan. Baginya Geni memang memikat, memiliki mata setajam elang, dengan kilap sorot mata yang menunjukkan kecerdasan. Rambut ikalnya sebahu, dengan janggut dan kumis tipis, membuatnya bukan seperti wartawan. Mungkin Geni lebih pas menjadi rock star ketimbang juru berita. Perkenalannya sederhana. Geni mewawancarai Terry soal reaktor nuklir yang dibangun di Tawangmangu, Jawa Tengah. Apakah reaktor yang dibangun DNA Inc memungkinkan peristiwa Chernobyl terulang.
Sebagai lulusan terbaik Massachuset Information Technology (MIT), Terry tahu benar, teknologi yang dipakai pemerintah di Jakarta untuk menanggulangi kelangkaan listrik di Jawa Bali, jauh lebih maju dibanding Chernobyl.
”Anda yakin?” usai mendengar Terry mempresentasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Tawangmangu.
”Seyakin-yakinnya,” jawab Terry tersenyum. Pengaman reaktor berlapis. Bila tabung stainlees steel itu mengalami kebocoran. Pendingin air akan bereaksi cepat, yang memicu tabung-tabung lain segera memblok kebocoran.
”Bagaimana soal limbah?” tanya Geni mendadak.
Terry terkejut mendengar serangan pertanyaan yang serasa menampar itu. Sekali lagi dia tersenyum, kali ini pipinya yang tirus bersemu merah. Bukan karena kesulitan menjawab. Sejak awal dia menganggumi mata Geni, yang setajam elang itu.
”Kami mengirimnya ke Mars,” jawab Terry.
”Anda gila!”
”Maksud Anda?”
”Proyek pembuangan limbah itu ditangani perusahaan Rusia bukan? Anda tahu klien perusahaan itu bukan hanya Anda. Mars menjadi tempat pembuangan nuklir dunia. Resikonya Anda tahu bukan? Limbah itu akan membunuh Mars!”
Terry terkesiap. Bayangan wawancara berbulan-bulan lalu yang berujung pada debat menyelinap kembali di kepala Terry. Terry tahu, Geni bukanlah wartawan goblok yang mau berdebat, lalu tak memperoleh informasi apapun gara-gara adu argumentasi. Bukankah wawancara yang baik adalah menggali informasi bukan berdebat? Itu kredo dunia jurnalistik.
Lalu, dari wawancara itu mereka kian akrab. Itupun gara-gara mereka saling bertukar kartu nama. Hingga keduanya, pernah mabuk berat, dan terjebak di kamar hotel hingga pagi.
Sekali lagi Terry, berusaha mengirim pesan pendek. Kali ini Geni harus membalas.
-----
Mobil Bentley Continental berhenti, dengan berdecit marah di halaman rumah Wisangka. Biar dikata di dalam mobil sport yang adem, tetap saja berjibaku dengan macet membuat Terry kalap. Apalagi sejak pukul 5 sore sampai di pekarangan rumah, hari sudah gelap, tak satupun ada tanda-tanda Geni membalas pesan pendeknya. Nggak di ponsel, nggak di layar komputer di dalam mobil. Tak ada tanda-tanda dari Geni. Dia seperti hilang ditelan bumi.
Keluar dari mobil, Terry langsung bergegas, Wisangka ayahnya, hanya dilewati dengan senyum tipis.
Wisangka membolak-balik halaman majalah yang dibacanya. Sejak matahari terbenam, dia duduk sendiri di teras rumah yang asri ditemani secangkir cappuccino. Dia membaca wawancara eksklusif Manikmaya di hari pertama jabatannya. Dia membaca melompat-lompat saja, karena dia tahu sesuatu yang rahasia. Tak seorang wartawan pun yang dapat menggapainya.
Anda memenangi Pemilu dengan begitu telak, ada tudingan Anda melakukan politik uang?
Rakyat sudah pinter memilih, kalau ada informasi seperti itu, pastilah datang dari pihak yang tak rela. Ya kalau mencetak kaos, memasang baliho, menyewa soundsystem itu kan pakai dana yang tak sedikit. Kalau begitu semua kontestan melakukan politik uang.
Ada aliran dana yang kami duga mengalir ke rekening kolega Anda saat Pemilu…..
Ketika saya pertama kali menjadi presiden 5 tahun lalu, saya sudah berkomitmen membangun pemerintahan yang bersih dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Pemilu harus jujur makanya saya menunjuk para akademisi idealis yang bebas kepentingan. Kalau benar temuan majalah Anda, saya akan menindaklanjuti. Pemerintahan ini harus bersih, saya memiliki komitmen membangun pemerintahan yang bersih, berwibawa, di mana rakyat adil dan sejahtera.
Hebat Kau Kartono. Wisangka membaca siapa yang mewawancarai Manikmaya. Dia kenal wartawan satu itu, ketika membongkar kasus bank bodong, yang kasnya dibawa kabur pemiliknya, dengan berbagai alasan sehingga dapat bantuan dari pemerintah. Kar, Kau mungkin masih berhubungan dengan banker-bankir yang lain, sehingga Engkau masih mencium ada yang tak beres. Tapi Kau masih sekadar mencium.
Wisangka melanjutkan kembali bacaannya, melompat-lompat. Dia sudah bosan bahasa jargon kampanye.
Lima tahun ke depan apa yang Anda lakukan
Negeri ini karena berada di tangan rezim yang memerintah lama, terjadi korupsi dan pelemahan hukum. Saya akan membangun pemerintahan yang kuat dan memberantas korupsi.
Eh, Bapak Presiden, di mana-mana bagaimana memakmurkan rakyat dulu, pemberantasan korupsi bisa nomor 6 atau nomor 10. Apa nggak belajar dari negeri-negeri lain, yang mendudukkan pemberantasan korupsi sebagai agenda utama justru, korupsi dipolitisir, hingga saling jatuh menjatuhkan antar sesama pejabat publik. Batin Wisangka. Hukum kuat itu sudah semestinya, yang penting bagaimana rakyat di Kota I bisa semakmur di Kota J, itulah yang dicari pokok persoalannya.
Wisangka menutup majalah, dan melemparnya pelan di atas meja. Seseruput cappuccino, lagi. Dia bangun masuk ke paviliun. Mengemas berkas, memasukkannya ke dalam brankas. Terpikir olehnya menghancurkannya, tapi nanti saja.
-----
“Ayah, tolong kasih tahu Bengbeng, agar tak menelponku lagi. Capek ngurus anak manja,” kata Terry.
“Masak anak manja, dia kan lelaki dewasa, calon pengganti Ayah”.
“Dikit-dikit mengeluh, Aku sudah capek di lab, penelitian belum kelar-kelar masih pula diganggu keluhan-keluhannya”.
Bengbeng, deputi Wisangka di pucuk pimpinan direktur bank. Namanya Bambang, tapi Terry suka memanggilanya Bengbeng, lulusan luar negeri dan anak muda yang cerdas. Pertama bertemu Terry langsung jatuh cinta. Tapi begitulah Terry selalu asik dengan dirinya sendiri. Dengan lab, dengan alam, dengan menjelajah sudut kota, iron woman.
Sejujurnya setelah ketemu Geni, Terry seperti menemukan dunianya. Rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi, dan itu hanya bisa dia peroleh dengan Geni di sampingnya. Maka, dia pun tak lagi memperhatikan Bengbeng.
“Lalu apa yang Kau minta dari Ayah?”
“Bilang aja ke Bengbeng, jangan lagi hubungi Terry”.
“Wah itu urusan dua manusia dewasa, Ayah tak mau mencampurinya”.
“Okay, Terry bisa jadi orang yang paling menyebalkan bagi dirinya, dan Ayah nggak boleh ikut campur”. Terry mencium kening Wisangka.
Di kamar Terry nggak bisa tidur. Buku, musik klasik, apapun yang mampu membuatnya tidur dia coba. Hanya obat tidur yang belum. Geni seperti menari-nari di kepalanya. Sialan. Baginya, Geni adalah satu-satunya lelaki yang mampu menyentuh hatinya, melawan egonya, juga memberi solusi.
Geni tiba-tiba mengusulkan mengapa, Terry nggak berpikir soal panas bumi untuk solusi krisis energi. Wow, ide menarik. Justru yang tak dimengerti oleh Terry dari Geni, adalah bagaimana wartawan bisa ngomong soal teknis, dan berpikir bebas. Terry tahu, teknologi nuklir bagus tapi juga riskan karena limbahnya, namun yang tak disadari orang-orang pintar macam Terry adalah mereka menjadi alat konspirasi global, agar dunia ketiga selalu bergantung pada negara maju. Entah itu teknologi, tenaga ahli, yang sifatnya soal materi bukan kemanusiaan. Jadi energi-energi alternatif selalu dihambat, bila negara-negara dunia ketiga menemukan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Geni semacam pencerahan bagi Terry.